17 Januari 2011

Masjid Bersejarah Pulau Penyengat

Empat menara tampak menyembul dari balik daun pepohonan di pulau seluas 3,5 km persegi itu, berikut kubah-kubah yg sekaligus dijadikan atap masjid semakin terlihat jelas ketika mendekati bibir pantai Pulau Penyengat yg berjarak sekitar satu mil laut dari Tanjungpinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau.

Masjid berusia hampir dua abad ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat, yg dalam prosesnya menggunakan putih telur sebagai pengganti semen. Empat tiang betonnya terbuat dari susunan batu bata yg kemudian dilapisi dengan plester, tampak berdiri kokoh menahan beban masjid seluas 19,80 x 18 meter itu. Batu bata waktu itu dibuat di Pulau Batam, persis disebelah Penyengat sehingga lama-kelamaan pulau itu menjadi bernama Batam.
Jumlah kubah sebanyak 13 buah serta 4 menara yg menjulang disebelahnya, mengandung makna tersendiri. Menurut penuturan Raja Abdul Rachman (ketua masjid Sultan Riau Penyengat), kubah dan menara berjumlah 17 yg artinya sama dengan jumlah raka’at sholat wajib umat Islam sehari semalam.

Seperti dikisahkan dalam Tuhfat Al Nafish (buku kumpulan catatan pujangga Raja Ali Haji), pembangunan masjid ini dimulai pagi hari pada 7 rabiul awal 1218 Hijriah atau 1803 Masehi. Pembangunan dilakukan Sultan Mahmud yg tinggal di Daik-Pulau Lingga, sebagai salah satu mas kawin kepada istrinya Engku Puteri Raja Hamidah, dan sekaligus tempat tinggal sang istri. Pada masa itu dinding masjid di buat dari kayu Cengal yg didatangkan dari Terengganu, Malaysia. Atap dari kayu Berlian, pada cucuran atap dibuat dari saluran kayu Gong dengan ombak-ombak yg berukir. Sebuah menara didirikan setinggi 12 hasta untuk Muazin, dan sebuah kubah bersegi lima setingggi 7 hasta.

Setelah Engku Puteri mendiami pulau yg pernah dijadikan Raja Ali Haji sebagai benteng melawan belanda pada 1783 itu, pulau itu pun ramai didiami orang. Apalagi setelah Raja Ja’far Ibni Raja Haji yg memerintah dari tahun 1806 hingga 1832 menjadikan Pulau Penyengat sebagai tempat kedudukan para Yang Dipertuan Muda Riau.
Raja Ja’far kemudian memerintahkan untuk memperbesar masjid dan letaknya sedikit diundurkan ke darat. Seperti diungkapkan Hasan Yunus, anak asli pulau Penyengat dalam buku “Masjid Pulau Penyengat”, setidaknya ada dua kali kata “Fissabilillah”(beramal di jalan Allah) bergema sangat nyaring di kawasan kerajaan Riau-Lingga ini.

Petama ; ketika Yang Dipertuan Muda Raja Haji Fissabilillah berperang melawan belanda tahun 1783, sehingga beliau tewas di Teluk Ketapang.
Kedua ; ketika Raja Ja’far pada idul fitri 1248 Hijriah atau 1832 Masehi, mengajak
seluruh rakyat beramal di jalan Allah (fissabilillah) untuk membangun masjid.

Mendengar pekikan fissabilillah ini, berdatanganlah orang dari seluruh pelosok termasuk pulau-pulau disekitarnya. Mereka tak hanya menyediakan tenaga melainkan juga membawa bekal berupa beras, sagu, sayuran, ikan, kambing, ayam dan telur.
Bersama sekitar 5000 warga, raja memulai pembangunan masid tersebut. Pada awalnya di bangun dasar masjid setinggi 7 hasta di lahan seluas 54,40 x 32,20 meter yg memakan waktu 3 minggu. selama tujuh malam Semua kalangan bekerja bahkan kaum perempuan, yg dimulai tengah malam hingga shubuh. Pada saat itu kaum lelaki dilarang keluar, kecuali penjaga keamanan.
Pembangunan induk masjid kemudian dipimpin oleh beberapa tukang asal India, yg didatangkan dari Selat (Singapura). Seperti di negeri asalnya India, mereka juga memakai putih telur sebagai campuran untuk perekat bangunan. Putih telur dicampur dengan tanah liat, kapur dan pasir sehingga fungsinya sama dengan semen. Bisa anda bayangkan berapa banyak telur yg digunakan???

Dalam masjid yg ber-arsitektur melayu ini juga terdapat 2 Al Qur’an. Al Qur’an yg dipajangkan dalam peti kaca adalah goresan tangan Abdurrahman Stambul pada 1867, putra riau ini pernah dikirim raja Riau-Lingga belajar di mesir. Sedangkan sebuah lagi dibuat pada1752 Masehi, yg keadaannya telah rusak.

Hingga kini pemeliharaan masjid seluruhnya menggunakan uang dari amal jariah umat yg datang beziarah maupun beribadah, hampir setiap saat terutama hari libur, banyak wisatawan lokal maupun non-lokal dari Singapura maupun Malaysia yg berkunjung. Jadi, bisa dikatakan keberadaan masjid ini mendatangkan berkah tersendiri bagi para penduduk sekitar.

2 komentar:

Boku no Blog 9:33 AM, Februari 05, 2011  

Info dan posting yang bagus Thanks and sukses selalu

Unknown 2:14 AM, Februari 06, 2011  

thanks atas commentnya... semakin termotivasi nech!'

Posting Komentar

posting populer

Arsip Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP